Highlight dari tahun ini, setidaknya di pertengahan tahun 2024, adalah perjalanan hiking ke Nepal. Kenapa Nepal?
Flashback ke beberapa tahun yang lalu, ketika saya masih bekerja di Freeport, saya memiliki banyak kesempatan untuk melakukan travelling karena jatah cuti yang lumayan banyak. Kerja 6 minggu libur 2 minggu. Namun, jadwal tersebut belum bisa untuk mengcover durasi perjalanan ke Everest Basecamp (EBC). Waktu yang diperlukan untuk perjalanan ke EBC kurang lebih 3 minggu. Jadi, perjalanan ini tidak kunjung terwujudkan.
Sampai pada akhir tahun 2023, teman saya Angela menghubungi dan mengajak untuk ke Nepal. Awalnya saya ragu karena jatah cuti di Jakarta tidak banyak. Emang bisa? Kemudian dia menjelaskan bahwa di Nepal ada banyak jalur hiking yang lebih singkat. Salah satunya adalah Mardi Himal trek. Jumlah hari yang dibutuhkan cuma sekitar 5 hari. Jadi cocok untuk pekerja ibu kota. Tanpa pikir panjang saya langsung setuju. Hahahah. Itulah saya.
Setelah mengajak beberapa teman, akhirnya yang terkumpul hanya kami bertiga: saya, Angela, dan Annie. Kami pernah bekerja di Tembagapura. Annie sendiri masih menetap di sana. Kami sering hiking di daerah sekitar kompleks Freeport, dan pernah juga ke Cartenz Basecamp. Teman-teman yang lain rupanya tidak bisa ikut karena masalah jadwal dan tentunya juga dana.
Singkat cerita, kami menentukan jadwal keberangkatan di bulan Mei dengan harapan ini adalah bulan terbaik untuk hiking di Nepal. Namun ternyata… (kita bahas kemudian). Kami pun memesan tiket Singapore Airlines (SQ) dengan total sekitar 7.5 juta PP dengan jalur CGK-SIN-KTM dan sebaliknya. Kami memilih SQ karena harganya tidak jauh beda dengan pesawat budget lainnya dengan harapan mendapat pelayanan yang lebih baik. Dulu, saya selalu mencari tiket paling murah walaupun mengorbankan kenyamanan. Hahaha. Namun sekarang sudah bisa upgrade lebih baik.
Sebelum hari H, kami menyempatkan untuk meeting lewat Zoom atau Google Meet setiap beberapa minggu. Tentunya untuk koordinasi dan mempersiapkan semuanya. Mulai dari pemesanan tiket, daftar perlengkapan yang harus dibawa, diskusi tentang emergency, dan tentu saja untuk menjaga semangat agar tidak padam.Tidak lupa kami juga saling mengingatkan untuk berolahraga, terutama latihan kaki. Saya percaya dengan kedua teman saya ini karena mereka memang suka olahraga dan sudah berpengalaman. Angela sudah sering hiking di Eropa. Annie sering naik gunung dan lokasi kerja juga mendukung, terlebih dia rajin olahraga renang. Saya sendiri, tau lah yaaa. Hahaha.. Saya dan Angela bahkan sering naik turun tangga darurat, kalau saya di apartemen, dia di kantor. Ini sangat-sangat membantu melatih otot kaki.
Persiapan kami bisa dikatakan cukup matang karena waktu yang lama. Saya membeli beberapa perlengkapan baru, terutama jaket. Ini komponen yang cukup vital karena menentukan keselamatan dan juga foto-foto nanti. Hahaha. Saya membeli jaket kuning, warna favorit saya, dari Decathlon. Awalnya saya jatuh cinta dengan jaket ini ketika iseng ke Decathlon PIM. Namun sayangnya ukuran yang ada hanya S. Untungnya teman saya yang ke KL menemukan jaket tersebut ukuran M dan dengan harga yang lebih murah. Untuk perlengkapan tas carrier, sleeping bag, down jacket, long john, dan lainnya, saya masih menggunakan barang lama karena masih bagus. Saya bersyukur di perusahaan saya yang sebelumnya saya diberikan perlengkapan-perlengkapan winter yang kualitasnya top. Untuk sepatu, saya masih menggunakan sepatu Skechers yang harganya cuma 450 ribu. Sepatu ini dibeli darurat ketika hiking di Bandung. Untungnya sepatu ini tahan sampai akhir perjalanan. Untuk masalah logistik semuanya diurusi oleh Angela, mulai dari snack, vitamin, obat-obatan, makanan dll.
16 Mei 2024 adalah hari keberangkatan kami. Karena penerbangan kami siang, saya menyempatkan diri untuk bekerja setengah hari. Hahaha.. Setelah itu pasang status OOO. The best feeling. Di bandara saya bertemu Annie yang dua hari sebelumnya sudah tiba dari Papua. Kami menyarankan dia untuk berangkat dua hari sebelumnya karena kami punya pengalaman buruk ketika ke Merbabu, pesawat dia delay hingga dua hari. >.<







Namun ternyata perjalanan kami tidak semulus itu. Jadwal boarding kami sebenarnya sudah telat, mungkin sekitar 20-30 menit. Namun kami tetap tenang karena masih wajar. Setelah kami ada di dalam pesawat dan mulai taxiing, tiba-tiba ada pengumuman bahwa pesawat harus balik ke gate karena ada masalah teknis. Setelah beberapa lama, awak kabin kembali mengumumkan bahwa kami harus menunggu sekitar 40 menit karena sistem harus reboot. REBOOT!? Sesuatu yang familiar dengan pekerjaan saya, namun hal ini justru mengganggu dan membuat saya khawatir. Artinya ada yang tidak beres. Saya mulai overthinking. Ya gimana lagi, kita berdoa saja. Kami juga mulai panik karena total delay sudah hampir 2 jam yang artinya kami bisa ketinggalan pesawat lanjutan. Walaupun demikian, saya appreciate ke SQ karena mereka selalu memberikan update pengumuman mengenai apa yang terjadi dan estimasi keberangkatan kami. Cara mereka menyampaikan juga sangat baik, meminimalisir penumpang panik.
Setelah semuanya beres, akhirnya kami pun berangkat. Perjalanan mulus tanpa turbulensi yang berarti. Sepertinya pesawatnya juga terbang dengan kecepatan yang maksimal karena biasanya 1,5 jam sekarang hanya 1 jam. Setelah mendarat dengan selamat di Changi, kami sudah siap-siap menuju gate berikutnya. Namun ketika keluar dari garbarata, petugas dari SQ sudah menunggu dan memastikan apakah penerbangan kami yang berikutnya ada di list, kemudian mengarahkan kami ke sebuah meja. Ternyata mereka sudah menyiapkan banyak tiket baru karena banyak penumpang yang sudah ketinggalan pesawat. Termasuk kami. Kami langsung protes walaupun sewajarnya, karena mereka memberikan tiket baru untuk penerbangan keesokan harinya dengan jam yang sama. Artinya kami harus menunggu 24 jam. Kami tidak bisa berbuat apa-apa, kami menerima kompensasi yang diberikan. Kami diberikan voucer hotel, makanan, dan juga taksi dari dan ke bandara.

Kami akhirnya harus keluar melalui imigrasi. Bagasi kami pun tidak bisa kami ambil karena langsung dibawa ke Kathmandu. Kami akhirnya ke hotel yang sudah diberikan dengan menggunakan taksi. Semuanya gratis. Kami menginap di M Social hotel di daerah Clarke Quay. Hotelnya tidak terlalu mewah, namun cukup nyaman untuk beristirahat. Setelah menaruh barang di kamar, kami langsung ke restoran untuk makan dan berdiskusi untuk mengatur ulang trip kami. Kami menghubungi guide kami di Nepal bahwa kami akan telat. Untungnya mereka mau mengerti keadaan kami.





Sambil makan, kami mengecek polis asuransi kami. Berapa banyak yang bisa kami claim dari kejadian ini. Ternayata jumlahnya lumayan banyak. Hahahaha. Kami pun mulai maruk. hahahahaha. Kita liat nanti, berapa yang akan diberikan oleh pihak asuransi.
17 Mei 2024
Paginya kami sarapan di hotel, tentu saja masih dengan pakaian kami dari Jakarta. Hahaha… rencananya hari ini kami jalan-jalan ke Marina Bay kemudian membeli baju ganti. Kami berjalan kaki ke Marina Bay, cuaca cukup terik saat itu. Hitung-hitung ini adalah pemanasan sebelum hiking. Sampai di sana kami kemudian mengambil beberapa foto dan balik lagi ke arah hotel untuk menuju ke Uniqlo. Hahaha. Kami membeli baju ganti. Saya sendiri akhirnya membeli kaos dan juga topi, yang kemudian sangat bermanfaat sepanjang hiking kami.





Sampai di hotel kami langsung makan siang. Tentu saja masih gratis. Setelah kami pikir-pikir, ini adalah blessing in disguise. Kami diberikan kesempatan untuk liburan di SG. Jadwal kami di Nepal pun tidak terlalu terpengaruh karena kami ada spare waktu satu hari. Tour guide kami juga tidak mempermasalahkan. Di SG kami mendapatkan liburan gratis, kecuali baju Uniqlo dan Grab sekali. Kalau kami hitung-hitung, nilai kompensasi yang kami dapat sekitar 8-9 juta. Puji Tuhan.
Sore harinya kami kemudian berangkat ke Changi untuk penerbangan kami selanjutnya. Sebelum ke gate, kami mampir di toko parfum dulu, pura-pura nyoba, tapi sekalian make. Hahaha. Parfumnya ada di bagasi >.<.
Pesawat kami kali ini on time. Sepanjang perjalanan tidak ada hambatan berarti. Oh iya, pesawat dari SIN-KTM menggunakan pesawat kecil, 737, bukan yang wide body.
Kami tiba di Kathmandu sekitar pukul 10 malam. Ternyata bandara KTM tidak terlalu besar, cenderung kecil. Selain itu, bangunannya sudah tua, jauh dari kesan modern. Setelah tiba di bagian kedatangan, kami langsung menuju money exchanger. Kami menukarkan uang sejumlah 500 USD untuk bertiga. Saya bertugas untuk memegang uang selama perjalanan kami. Uang Rupee yang kami dapat cukup banyak dalam pecahan 1000 rupee. Dari situ, kami menuju imigrasi untuk laporan. Petugas imigrasi di sana sangat ramah dan murah senyum. Tidak angkuh seperti di tempat lain. Dia bahkan sempat memberikan semangat dan selamat untuk perjalanan saya. Setelah mengambil bagasi, kami membeli SIM card dengan kuota 40 GB kalau tidak salah. Harganya sangat murah, hanya 70 ribu rupiah. Setelah itu, kami keluar dan bertemu dengan pemandu kami, Jay.





Kami dijemput menggunakan mobil. Sebelum naik mobil, kami diberikan selendang selamat datang. How nice! Hahaha. Dia mengalungkan selendang tersebut satu per satu. Tidak banyak yang dapat kami lihat sepanjang perjalanan menuju hotel.
Hotel kami sudah termasuk dalam semua biaya perjalanan. Oh iya, total biaya tur ini sekitar 7 juta rupiah per orang. Sudah termasuk semuanya kecuali minuman. Untuk minuman sepanjang perjalanan, harus kami beli sendiri. Hotel kami tidak terlalu mewah namun nyaman untuk ditempati. Kami memilih kamar dengan 3 tempat tidur. Ternyata di Nepal, kamar dengan 3 tempat tidur ini sangat umum, bahkan ada yang empat tempat tidur. Kami memilih tipe kamar ini agar mudah untuk koordinasi dan pembagian barang. Selain itu, biar tidak sepi sendirian. Hahaha. Masalah privasi, we can handle it.
18 Mei 2024
Pagi pertama di Nepal, Kathmandu! Perjalanan kami berikutnya adalah menuju ke kota Pokhara. Kami menggunakan bis untuk perjalanan kali ini. Kami memilih bis untuk menghemat budget. Jika menggunakan pesawat, kami harus membayar 1.5 juta, sedangkan jika naik bis hanya sekitar 200 ribu.
Pagi-pagi kami sudah siap dan meminta sarapan lebih awal. Bis kami berangkat pukul 7 pagi dan diperkirakan tiba pukul 4 sore. Sarapan dari hotel lumayan banyak. Ada makanan Nepal dan juga makanan barat. Saya mencoba beberapa makanan Nepal tapi tidak tahu namanya. Hahaha.






Dari hotel kami harus jalan kaki ke bis. Jaraknya mungkin sekitar 500 meter. Ternyata traffic disana lebih parah daripada Jakarta, kotanya juga tampak kumuh, tipikal kota yang masih berkembang. Debu ada dimana-mana. Bis yang kami pakai juga tidak terlalu mewah seperti namanya yang katanya Luxury. Hahaha. Tapi ya sudahlah.
Ternyata perjalanan ke Pokhara tidak mulus, benar-benar tidak mulus. Sedang ada pelebaran dan perbaikan jalan. Sebenarnya kami sudah diperingatkan kondisi ini, namun kami berpikir bahwa hanya beberapa ruas jalan saja yang parah. Namun ternyata kami salah, sepanjang perjalanan kondisinya ‘rusak’ parah. Mungkin 95% total perjalanan kondisinya demikian. >.<. Untung kami tidak ada yang mabok. Saat itu kami memutuskan untuk pulangnya naik pesawat saja, walaupun kami harus membayar 150 USD. T.T




Sepanjang perjalanan saya memperhatikan kondisi masyarakatnya, tampak seperti Indonesia di zaman 90an atau seperti di kota-kota kabupaten. Jurang dan tebing di kiri-kanan jalan. Satu hal yang meresahkan saya, dan berlanjut ke hari-hari berikutnya. Langitnya putih, tidak biru!! T.T. Katanya itu adalah kabut. Saya mencoba untuk besar hati, mungkin hari ini saja, besok akan cerah. Namun ternyata tidak.
Setelah sampai di terminal bis Pokhara, kami dijemput menggunakan taxi. Taxinya tidak seperti di Jakarta yang mewah, di sini taxinya mobil jadul. Namun hal ini tidak mengganggu kami, anggap saja bagian dari keseruan perjalanan. Lokasi hotel kami dekat dengan danau. Kamar yang diberikan juga sama, 3 tempat tidur. Kami beristirahat di sini dan membersihkan diri. Dari hotel kami bisa melihat beberapa puncak gunung, walaupun samar-samar karena cuaca yang berkabut. >.< Saya sangat senang melihat siluet gunung yang akan kami tuju, seketika excitement dan adrenalin muncul lagi. Malamnya kami keluar mengunjungi danau dan makan malam di restoran Vietnam.





19 Mei 2024
Officially kami memulai hiking hari ini. Dari Pokhara (850 mdpl) kami akan menuju Kande (1700 mdpl) sebagai titik start hiking. Kami diantar ke Kande menggunakan taksi yang sama. Kami menggunakan dua taksi, satu untuk kami bertiga dan satu lagi untuk Jay dan Umesh. Umesh adalah porter kami, dia yang akan membawa perlengkapan kami. Jadi di trip ini ada dua orang dari pihak tur, Guide dan Porter. Kami diberikan dua buah duffle bag yang diisi perlengkapan dengan batas 24 kg.
Perjalanan ke Kande cukup seru karena melewati tebing-tebing tinggi. Namun cuaca masih sama, berkabut. Tidak ada langit biru. >.< Seharusnya jika langit biru, kami bisa melihat dengan jelas gunung Machhapuchhare dan Annapurna. Saya harus berbesar hati. Mood harus tetap dijaga. Hahaha. Setelah perjalanan dengan taksi sekitar 1 jam, kami tiba di Kande.
Kami bertemu dengan beberapa pendaki lainnya di sini. Hiking dimulai dengan melewati rumah penduduk dan kemudian langsung bertemu dengan tanjakan 45 derajat. Untungnya jalur treknya sudah dimaintain dengan baik. Jalurnya berupa tangga-tangga batu yang disusun dengan rapi. Jadi kita tidak perlu memikirkan untuk menginjak ke mana seperti di gunung-gunung Indonesia. Kita hanya perlu mempersiapkan fisik. Haha.








Semakin lama ketinggian makin bertambah, kami beristirahat sesekali. Adrenalin masih mengalir deras haha. Walaupun treknya lumayan ekstrem, namun kami melaluinya dengan mudah. Kami bersyukur sudah mempersiapkan fisik dengan baik. Jalur trek ini melewati hutan Rhododendron, bunga khas Nepal. Sayangnya musim berbunga sudah lewat, jadi kami hanya melihat pohon yang sudah tidak berbunga.




Kami beristirahat sebentar di Australian Camp sambil membeli minuman soda. Setelah itu kami lanjutkan perjalanan ke tea house untuk makan siang. Kami memesan pizza dan juga mie goreng. Jadi di sepanjang jalur pendakian ini terdapat banyak tea house atau guest house yang menyediakan makanan dan juga tempat tinggal. Jadi kita tidak perlu khawatir mengenai penginapan. Kita bisa berhenti di mana saja jika kita capek dan butuh menginap. Tinggal menyesuaikan itinerary. Makanan yang disajikan pun semuanya sama. Ada menu standar yang sudah disepakati, jadi tidak ada perang harga dan perang menu. Menurut saya ini kebijakan yang baik. Menjelang tengah hari kami sampai di penginapan kami untuk hari ini. Nama daerahnya Deurali (2100 mdpl).



Di sini saya diperlihatkan tanaman ganja yang ditanam bebas. Saya tidak percaya namun setelah saya googling, ternyata benar. Di Nepal tanaman ganja sebenarnya dilarang namun tetap saja masyarakat masih menanamnya. Hal ini karena ganja bagian dari budaya mereka untuk keperluan ritual atau ayurvedic. Bahkan di depan penginapan kami ada pohonnya. Saya mencoba memetik satu dan menciumnya, namun tidak ada yang istimewa. Saya menahan diri saya untuk mengambil dan menyimpannya. Hahaha.







Sore harinya cuaca mulai mendung dan hujan. Hujannya sangat deras bahkan sampai hujan es. Sudah lama saya tidak melihat hujan es. Suhu udara pun makin turun. Di dalam kamar untungnya disediakan kamar mandi dalam sehingga kami tidak perlu keluar. Selimut yang disediakan pun cukup untuk menghangatkan diri. Pemilik penginapan ini punya anjing Huski namanya Neri. Anjingnya jinak! Malam harinya kami memesan ayam bakar, rasanya enakkk. Mungkin karena sudah capek juga. Setelah itu kami beristirahat untuk melanjutkan perjalanan besok hari.
20 Mei 2024
Hari kedua hiking. Pagi-pagi sekitar jam 5 Jay sudah membangunkan kami. Dia mengetuk pintu kami. Dia mengajak kami untuk melihat puncak Annapurna yang terlihat sedikit lebih jelas. Mungkin Jay notice bahwa saya sangat ingin melihat pemandangan dengan langit yang cerah. Dia akhirnya mengajak kami karena biasanya kalau pagi langit masih bersih, ketika menjelang siang, kabut sudah mulai naik. Ini mirip dengan kondisi di Tembagapura. Haha. Setelah packing dan sarapan kami pamit ke penjaga penginapan dan mengambil foto bersama.



Perjalanan hari ini sangat melelahkan. Rutenya sekitar 11 km melewati hutan-hutan. Treknya naik turun. Walaupun demikian, udaranya sangat sejuk. Saya menikmatinya walaupun sangat menguras tenaga. Kami beristirahat beberapa kali. Kami juga sempat melihat desa Poon Hill yang merupakan jalur yang lebih mudah dan ramai.
Sepanjang perjalanan kami mendengar suara burung, namun tidak melihat burungnya ada di mana. Menurut info dari guide kami, di sini ada sekitar 488 spesies burung. Ada juga elang, gagak, dan burung bangkai. Seperti biasa saya dan Annie berjalan di depan. Angela dan Jay di belakang, mengambil pace lebih lambat. Umesh sudah jauh berjalan di depan kami, karena beban yang dia bawa. Kalau dia jalan lambat mengikuti pace kami, maka akan kelelahan.






Oh iya, satu hal yang menarik ketika hiking di Nepal, di manapun jalurnya, ada banyak ranjau darat. Ranjaunya berupa kotoran sapi atau kuda atau yak. Karena jalur ini juga dipakai hewan ternak. Hewan ini sebagai peliharaan atau digunakan sebagai transportasi untuk mengangkut logistik. Jadi harus ‘hati-hati’ menghindari ranjau darat ini. Hahaha.
Kami beristirahat makan siang di Forest Camp. Kami memesan mie dan pizza lagi karena hanya itu pilihan yang lumayan. Haha. Setelah cukup beristirahat, kami melanjutkan perjalanan. Dari Forest Camp jalurnya semakin menanjak. Luar biasa… Kami harus berjalan perlahan. Satu step dua detik. Hahaha.. Tak lama kemudian kabut mulai menutupi jalur di hutan ini. Suasana menjadi lebih gelap. Akhirnya hujan pun turun. Kami memakai jas hujan yang sudah kami siapkan. Ketika di Jakarta saya sempat berpikir bahwa tidak akan ada hujan karena bulan Mei. Untungnya saya tetap membeli jas hujan. Hitung-hitung untuk inventaris ke depannya. Saya membeli jas hujan di Decathlon yang lumayan mahal biar awet. Keputusan yang sangat tepat!

Dalam perjalanan Angela mendapat banyak serangan lintah di kakinya. Saya sendiri ada satu dan langsung di wajah. Hahaha.. untung tidak berbahaya.
Karena hujan tidak kunjung reda, kami memutuskan untuk beristirahat di salah satu tea house. Di situ kami bertemu dua orang hiker dari Singapura. Mereka kemudian menjadi teman kami sampai di puncak nanti. Di tea house ini kami memesan kopi dan ginger tea. Pemiliknya juga menyalakan perapian untuk kami. Kami berhenti di sini cukup lama. Saya menyempatkan diri untuk ke toilet juga. Airnya dinginnnnnnn >.<. Setelah hujan reda, sekitar 2 jam kemudian, kami melanjutkan perjalanan ke perhentian terakhir, Low Camp.
Kami tiba di Low Camp sore hari. Kamar yang kami dapat tidak senyaman dari yang sebelumnya. Namun cukuplah untuk beristirahat. Kebetulan guide kami kenal dengan pemilik penginapan jadi kami diberikan izin untuk mandi air hangat. What a blessing. Walaupun demikian air hangatnya sangat kecil ujung-ujungnya juga kedinginan setelah mandi. Perlu teknik khusus untuk mandi di tempat ini. Setelah diingat-ingat ini adalah mandi saya yang terakhir sampai beberapa hari ke depan. Hahaha. Malamnya kami memesan makanan pizza.
Dari penginapan ini kami bisa melihat puncak Machhapuchhare lumayan jelas. Jadi puncak gunung ini dianggap sakral, jadi tidak boleh didaki, seperti puncak Everest. Dalam bahasa Inggris namanya adalah “Fish Tail” atau ekor ikan. Karena puncaknya mirip ekor ikan.




Malam harinya kami sudah menggunakan sleeping bag dan beberapa lapis pakaian. I LOVE MY SLEEPING BAG!!! Its so comfyyy. Udara dalam kamar ini sangat dingin, mungkin karena lembab juga. Malam harinya kami berdoa bersama, Doa Rosario. Kebetulan kedua teman saya ini agamanya sangat taat, jadi saya juga ikutan. Hehehe. Saya sangat bersyukur karena itu, kami mendapatkan banyak kemudahan dan mujizat sepanjang perjalanan kami. Puji Tuhan. Malam harinya kami harus tidur dalam kegelapan karena listrik yang terbatas. Kami harus mengandalkan senter yang kami bawa.
21 Mei 2024
Hari ini kami memulai lebih santai. Jarak perjalanan hanya sekitar 5 km. Kami berangkat sekitar jam 8 pagi. Sebelum berangkat, kami mengambil foto terlebih dahulu di dekat penginapan. Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar bunyi lonceng/bel dari kawanan kuda. Ternyata para pedagang sedang membawa logistik menggunakan kuda. Saya berhenti sejenak untuk memperhatikan mereka. Mata saya tertuju pada ayam yang dibawa. Hahaha. Wah, di atas kita bisa makan ayam. Ternyata mereka serius ketika mengatakan ‘ayam segar’.

Perjalanan menuju High Camp cukup menantang, walaupun jaraknya tidak terlalu jauh. Elevasi bermula dari 2800 mdpl ke 3500 mdpl. Sekitar 1/3 dari awal perjalanan ini adalah hutan yang lumayan lembab. Hutan ini ditumbuhi pohon bunga Rhododendron. Sayangnya, bunganya sudah berguguran ketika kami sampai. Hanya beberapa kuntum bunga saja yang tersisa.
Setelah melewati hutan basah, kami memasuki daerah yang tanpa pohon. Tanaman yang tumbuh adalah rumput dan pohon perdu. Kiri kanan kami adalah jurang. Namun sekali lagi, cuaca tidak terlalu berpihak pada kami. Kabut sangat tebal sehingga kami tidak bisa melihat pemandangan. Jay menceritakan bahwa jika cuaca cerah maka kami sudah bisa melihat puncak gunung Annapurna dan Fish Tail.
Kami berhenti beberapa kali untuk istirahat sekaligus ke toilet. Untungnya, Jay kenal dengan orang-orang di tea house, jadi kami mudah mendapatkan akses ke toilet.






Perjalanan di sini mirip dengan ketika mendaki Gunung Rinjani, di mana terdapat 7 Bukit Penyesalan. Di sini, kita juga harus melewati bukit yang tampaknya tidak pernah habis. Mungkin jika cuaca terik, perjalanan kami akan menjadi lebih sulit.


Di tengah perjalanan, kami meminta Jay untuk menjelaskan arti dari bendera-bendera doa yang banyak kami jumpai di sepanjang jalan. Ternyata, setiap warna memiliki arti masing-masing. Biru melambangkan langit dan angkasa, putih melambangkan udara dan angin, merah melambangkan api, hijau melambangkan air, dan kuning melambangkan bumi.
Sekitar jam 12 siang akhirnya kami tiba di High Camp!. Cuaca masih sama, berkabut.

Di High Camp, kami mendapat penginapan yang cukup strategis. Letaknya paling di atas dan tidak jauh dari gerbang kedatangan. Kamar yang kami dapat pun jauh lebih baik dari kedua kamar sebelumnya. It’s a luxury. Hahaha. Pemandangan yang kami dapat pun ada dua, karena jendelanya ada di kedua sisi kamar. Kami langsung unpacking dan bersih-bersih. Mandi? Tentu saja tidak. Air di sini sangat dingin, lebih dingin dari sebelumnya. Toilet yang kami dapat pun jauh lebih baik dan bersih dari sebelumnya.
Untuk makan siang, kami memesan ayam dengan harapan akan dimasak sama seperti di penginapan dua hari yang lalu, yaitu roasted chicken. Namun, ternyata ayamnya digoreng. Tapi rasanya enakkkkkk. Bumbunya mirip-mirip dengan ayam lengkuas, tapi berbeda. I really enjoy my meal. Selain itu, kami memesan puding cokelat hangat dan pizza.
Setelah makan, Jay menyarankan agar kami tidak langsung tidur. Alasannya adalah jika kami tidur sekarang, nanti malam kami mungkin tidak mendapatkan cukup jam tidur. Jika tidak cukup tidur, bisa berdampak pada kebugaran kami esok harinya. Sebelum istirahat, Jay mengambil alat pengukur oksigen. Kadar oksigen saya masih sekitar 93%, Annie 98%, dan Angela sekitar 80-an%. Jay menjelaskan bahwa jika kadar oksigen kurang dari 65%, kami tidak diizinkan untuk naik ke puncak keesokan harinya.
Saya melanjutkan istirahat di ruang makan, sedangkan Annie dan Angela pergi ke kamar. Saya menghabiskan waktu mendengarkan musik dan cek media sosial. Oh ya, untungnya ada wifi di sini karena provider yang kami pakai sudah tidak ada sinyal.
Lama-kelamaan, saya mulai bosan dan memutuskan untuk keluar dan berjalan-jalan. Saya sempat bertemu dengan tim dari Singapura dan ngobrol sebentar dengan mereka. Mereka bahkan sempat membantu saya untuk mengambil foto. Setelah itu, saya turun ke kandang yak. Ternyata ada yak yang baru saja melahirkan. Saya meminta Jay untuk menemani saya melihatnya. Pengalaman yang sangat seru melihat yak secara langsung di ketinggian 3500 mdpl. Jay mengingatkan saya untuk tidak terlalu dekat. 😀




Setelah puas menyaksikan yak, saya memutuskan untuk kembali ke tea house. Karena jalannya mendaki, saya tiba-tiba merasakan sakit kepala dan pening. Detak jantung saya pun naik. Walaupun jam tangan saya sudah mati, saya bisa merasakan jantung yang berdebar kencang. Sepertinya ada yang salah. Saya tetap melanjutkan perjalanan dengan berjalan pelan-pelan.
Saya kemudian menuju ruang makan lagi karena di sana hangat. Ada perapian yang mencegah tamu kedinginan. Di sini saya beristirahat, berharap keadaan saya membaik. Ketika cuaca cukup cerah, Jay mengajak kami untuk keluar mengambil foto. Di sini, cuaca berubah sangat cepat, jadi jika ada kesempatan untuk menikmati pemandangan, tidak boleh dilewatkan.



Setelah itu, kami menunggu makan malam kami. Di ruang makan, kami bertemu dengan pasangan dari Argentina dan Uruguay. Kejadian itu terjadi ketika Angela memindahkan charger mereka ke colokan yang lain. Mereka mengeluh dalam bahasa Spanyol. Untungnya, Angela bisa berbahasa Spanyol dan meminta maaf kepada mereka. Mereka kaget karena ternyata ada yang bisa berbahasa Spanyol. Kami pun bertukar cerita dengan mereka sampai akhirnya makan malam siap.
Pada saat itu, pening kepala saya tidak kunjung mereda. Saya bertanya-tanya apakah ini karena kelelahan. Namun ketika Jay mengukur kadar oksigen kami, ternyata kadar oksigen saya turun drastis menjadi 75%. Angela dan Annie masih stabil dengan angka sebelumnya. Saya tentu saja panik. Kok bisa, padahal jika saya lari VO2Max saya di atas rata-rata. Saya langsung berkesimpulan bahwa saya kena gejala AMS (Acute Mountain Sickness).
Jay mengatakan bahwa ini tidak apa-apa, masih di atas ambang batas yang direkomendasikan. Namun saya tidak bisa tenang begitu saja. Hahaha. Setelah berdiskusi, kami kembali ke kamar untuk tidur. Kami menggunakan perlengkapan tidur kami: sleeping bag, hand warmer, foot warmer. Kami juga meminum suplemen masing-masing. Sebelum tidur, kami berdoa untuk diberikan kekuatan dan keselamatan esok harinya.


Saya mencoba untuk tidur, namun sekitar jam 10 malam saya terbangun. Jantung saya berdebar-debar karena heart rate yang tinggi. Saya bisa mendengar detak jantung saya sendiri, pengalaman yang tidak menyenangkan. Saya kembali panik sampai akhirnya mulai sesak. Hahahaha. Saya berpikir macam-macam tentang apa yang bisa terjadi. Kebetulan, Angela juga terbangun saat itu karena ingin ke toilet. Saya berdiskusi dengannya dan berusaha menenangkan diri. Saya meminjam smartwatch miliknya untuk mengukur heart rate. Ternyata, heart rate saya di atas 100. Saya memutuskan untuk menghubungi Jay dan meminta dia untuk mengukur oksigen saya lagi. Harapannya, dia akan memberikan nasihat atau obat. Haha. Saya pun mengirimkan pesan WhatsApp kepadanya. Untungnya, dia masih terjaga.
Dari hasil pengukuran, ternyata kadar oksigen saya sudah lumayan naik ke angka 80-an persen. Jay mengatakan supaya saya tidak perlu khawatir. Mendengar itu, saya menjadi lebih tenang. Setelah itu, dia mengajak kami keluar dari kamar. Ternyata malam itu langit sangat cerah.
Kami menuju tempat kami berfoto tadi. Kami bisa melihat puncak semua gunung, bahkan kami bisa melihat bintang dan bulan. What a view. Katanya pemandangan ini tidak terjadi setiap saat. Kami sangat beruntung saat itu. Kami menikmati pemandangan itu sejenak dan tentu saja mengambil foto.





Setelah puas menikmati pemandangan malam itu, kami kembali lagi ke kamar untuk melanjutakan tidur kami yang tertunda.
Keesokan harinya kami bangun pagi-pagi sesuai dengan kesepkatan, kira-kira jam 5 pagi. Kami mempersiapkan peralatan dan bekal. Ternyata tim yang lain sudah berangkat terlebih dahulu. Karena cuaca terlihat bagus, kami memutuskan untuk tetap menuju ke puncak. Saya ingin mengambil air di dapur, tapi ternyata masih tertutup karena telalu pagi.
Kami berjalan dengan pelan melewati penginapan-penginapan yang sudah sepi ditinggalkan para pendaki. Perasaan yang sangat bahagia karena ini adalah yang kami tunggu-tunggu selama beberapa hari terakhir. Jalan yang kamilewati masih sama terdiri dari anak-anak tangga yang disusun rapih menggunakan batu-batu alam. Pemandangan di kiri dan kanan sangat indah, jurang yang dalam dipenuhi oleh rerumputan. Bunga-bunga juga masih terlihat di tempat ini, mungkin karena ketinggiannya. Sesekali kabut datang menyelimuti tebing-tebing. Di kejauhan kami dapat melihat kota Pokhara. Mungkin ini adalah spot yang kami klihat dari hotel beberapa hari yang lalu.
Ternyata AMS saya belum benar-benar pulih. Semakin jauh kami naik, kepala saya semakin pening. Kami sepakat untuk memperlambat kecepatan kami. Perjalanan yang terasa begitu lama ketika melihat tujuan kami masih jauh diatas. Hahaha. Sesekali kami berhenti untuk mengumpulkan nafas dan minum air. Porter kami belum menyuruh saya untuk berhenti, artinya keadaan masih aman. Hahaha.
Di tengah perjalanan kami bertemu anjing yang ikut dengan tuannya mendaki. Dia sangat jinak dan mudah diajak bergaul. Kami memberinya beberapa snack yang masih kami simpan.